Ada
yang berbeda pada Penerimaan Peserta Didik Baru Online (PPDB Online) Provinsi
DKI Jakarta pada tahun 2013 ini. Jika pada tahun-tahun sebelumnya para calon
peserta didik bebas memilih sekolah mana yang diminatinya, tidak peduli
darimana asal sekolahnya, asalkan masih berada di wilayah DKI Jakarta, maka
pada tahun ini hal tersebut tidak bisa lagi dengan mudah dilakukan. Karena pada
tahun ini PPDB Online DKI Jakarta telah melaksanakan kebijakan baru, yaitu,
sistem zona, untuk calon peserta didik yang ingin melanjutkan jenjang
pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) dan Sekolah Menengah Atas
Negeri (SMAN). Sebagai informasi, sistem baru ini tidak berlaku bagi calon
peserta didik yang ingin melanjutkan ke Sekolah Menegah Kejuruan Negeri (SMKN).
Penerapan sistem zona ini didasarkan pada Keputusan Kepala Dinas Pendidikan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 926 Tahun 2013 tentang Penetapan
Zona Sekolah dalam Rangka Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru. Dengan
sistem zona, calon peserta didik hanya boleh memilih sekolah berdasarkan zona
tempat tinggalnya. Zona-zona tersebut dibagi berdasarkan kecamatan yang ada di
DKI Jakarta.
Sistem zona sebenarnya tidak
dilakukan secara menyeluruh pada PPDB Online tahun ini. Sesuai peraturan yang
tertera pada website http://jakarta.siap-psb.com/,
sistem zona (selanjutnya disebut jalur lokal) ini memiliki porsi sebesar 45%
dari daya tampung sekolah. Sedangkan 50% dari daya tampung sekolah masih
menggunakan sistem yang sama pada tahun-tahun sebelumnya (selanjutnya disebut
jalur umum), sisanya ditujukan untuk jalur prestasi. Jadi, pada tahun ini, PPDB
Online dibagi menjadi dua jalur, yaitu, umum
dan lokal.
Peserta didik menjadi korban
Jika
kita menelisik lebih jauh, salah satu alasan pemerintah menerapkan sistem zona
ini adalah sebagai salah satu upaya untuk menekan angka kemacetan di Ibukota. Seperti
yang kita ketahui, belum meratanya kualitas sekolah di DKI Jakarta telah
membuat masyarakat rela mengeluarkan tenaga dan biaya lebih untuk menyekolahkan
anak-anak mereka di berbagai sekolah favorit, sehingga jarak sekolah yang jauh
pun sering diabaikan. Wajar memang, pemerintah sendirilah yang awalnya
mengkotak-kotakkan sekolah. Sekolah dibagi menjadi berbagai kelas layaknya
sebuah hotel, mulai yang berstatus standar internasional, standar nasional,
reguler, unggulan, dan lain-lain. Memang saat ini sudah tidak ada lagi sekolah
RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional), namun “image” yang telah
terbentuk sebelumnya tentu tidak akan mudah dilupakan dengan begitu saja oleh masyarakat.
Setelah
sebelumnya “mengorbankan” para peserta didik dengan aturan jam masuk sekolah
pada pukul 6.30 wib, kini pemerintah kembali menjadikan aset-aset berharganya sebagai kelinci percobaan dengan kebijakan
sistem zona ini. Ya, tujuannya memang baik. Namun, haruskah anak-anak kita lagi
yang dijadikan sasarannya?
Kurangnya
sosialisasi menyebabkan banyaknya peserta didik yang kebingungan dan tidak
mengerti bagaimana sistem ini bekerja. Kekecewaan juga timbul dari mereka yang
sudah belajar ekstra keras demi memasuki sekolah impian yang jauh dari tempat
tinggalnya. Kesempatan mereka semakin diperkecil dengan adanya sistem zona ini.
Sudah bukan sekadar cerita lagi, banyak ditemui kasus pada beberapa sekolah
favorit dimana murid-muridnya berasal dari daerah tempat tinggal yang jauh dari
lokasi sekolah, bahkan beberapa diantaranya harus bertempat tinggal di rumah
kost maupun mengontrak rumah. Ini semua adalah potret kegagalan pemerintah
dalam menyediakan pendidikan berkualitas yang merata. Jika semua sekolah
memiliki kualitas yang baik, tentu para orang tua tidak perlu lagi susah-susah
mencarikan sekolah favorit yang jauh dari rumah untuk anak-anak mereka. Kondisi
inilah yang seharusnya lebih diperhatikan oleh pemerintah, khususnya dinas
pendidikan Provinsi DKI Jakarta.
Dampak sistem zona
Salah
satu fakta yang mengejutkan dapat terlihat dari pelaksanaan PPDB Online
Provinsi DKI Jakarta pada tahun ini. Terbaginya jalur masuk menjadi dua, yaitu
jalur umum dan jalur lokal, ternyata menimbulkan perbedaan input nilai yang signifikan dari kedua jalur tersebut. Nilai yang
dibutuhkan untuk lolos di sekolah tujuan pada jalur umum menjadi sangat tinggi.
Sedangkan, nilai yang dibutuhkan untuk dapat lolos pada sekolah tujuan pada
jalur lokal (memberlakukan sistem zona) cenderung lebih rendah. Hal itu dapat
kita lihat pada data hasil seleksi yang telah tersedia. Misalnya, untuk lulus
seleksi masuk melalui jalur umum di SMPN 115 dibutuhkan rata-rata nilai ujian
nasional minimal 9,663, sedangkan untuk masuk melalui jalur lokal, nilai yang
dibutuhkan cukup hanya dengan rata-rata 9,133. Contoh yang lebih ekstrim dapat
dilihat melalui hasil seleksi yang terjadi di SMPN 40. Nilai minimal rata-rata
ujian nasional yang dibutuhkan untuk lulus seleksi pada jalur umum ialah
sebesar 8,950, sedangkan nilai rata-rata ujian nasional yang dibutuhkan untuk
lulus seleksi jalur lokal minimal sebesar 6,100 saja. Benar-benar fakta yang
sangat mencengangkan. Hal tersebut tidak hanya terjadi pada seleksi masuk SMP,
melainkan juga SMA. Misal, pada SMAN 8, nilai terendah yang lolos seleksi pada
jalur umum adalah 9,388, sedangkan untuk jalur lokal hanya cukup dengan nilai
rata-rata 8,838. Begitu pula di SMAN 3, nilai rata-rata terendah pada jalur
umum ialah 8,738, sedangkan pada jalur lokal hanya 7,500.
Sangat jelas terlihat betapa
besarnya jarak perbedaan antara nilai masuk melalui jalur umum dengan jalur
reguler. Hal tersebut tentu memberikan keuntungan bagi para calon peserta didik
yang tinggal di wilayah yang dikelilingi oleh berbagai sekolah favorit. Sangat
bertentangan dengan mereka yang tinggal di wilayah yang hanya dikelilingi oleh
beberapa sekolah biasa. Jelas hal ini
akan menimbulkan kecemburuan antar calon peserta didik. Dampak yang lebih
besar, dikhawatirkan nantinya akan timbul banyak permasalahan yang disebabkan
oleh terlalu jauhnya jarak nilai masuk antara jalur umum dan jalur lokal,
seperti, sulitnya murid-murid dari jalur lokal untuk beradaptasi dalam
mengikuti kegiatan belajar dengan murid yang berasal dari jalur umum yang
nantinya malah semakin memperjelas perbedaan tersebut serta adanya perlakuan
yang berbeda dari guru antara murid yang masuk dari jalur umum dan jalur lokal
yang justru menimbulkan sistem lain seperti kelas unggulan ataupun kelas
bilingual untuk murid yang kemampuannya dianggap lebih baik.
Bagaimana pun juga, usaha pemerintah
kali ini harus dihargai. Kita sebagai masyarakat diminta harus lebih aktif
dalam mengawasi dan mengawal pelaksanaannya, agar kelak anak-anak kita tidak
kembali menjadi korban dari kebijakan baru pemerintah. Harapan penulis, semoga
sistem zona ini berhasil dalam menurunkan tingkat kemacetan dan mampu
meningkatkan kualitas pendidikan.
Salman Al Farisi
Mahasiswa Geografi UI
Mahasiswa Geografi UI
4 comments:
Masa ??? ... enggak juga.
Temen gw di SMA 8 Jakarta. Waktu masuk 8 dari tahap Lokal ... nemnya kalah. Pas di 8 malah masuk Akselerasi. Lulus dari 8 malah peringkat 2 sekolah dan skrg kuliah di FK UI 2015.
Dia dari Al Azhar Pusat. SD aksel, SMP Aksel, SMA juga Aksel.
Umur 15 th LULUS dari 8 (2015) peringkat 2 sekolah ... masuk SNMPTN Undangan 2015 ... FK UI
Dan ternyata teman2nya byk yg goti di 8.
Jadi Nem Jalur Lokal lbh rendah bukan berarti dlm belajar akan jomplang.
Buktinya dia bisa tuh anak umur 15 thn malah .... udh kuliah
Skrg jalur lokal SMA 8 Jakarta makin dahsyat nemnya.
Buka saja arsip ppdb online. Mengerikan sekali. Jalur lokal saja sdh sgt tinggi. Gmn jalur umum ? Pasti lbh dahsyat.
Kualitas gak bs dibohongi.
Thx atas info dan konfirmasinya bhw meski NEM jalur lokal lebih rendah dari jalur umum, namun tetap bisa mengikuti pelajaran dgn baik.
Tp sayang Skrg peserta Jalur Lokal tdk lagi murni anak2 lokal ato anak2 yg mmg lahir, tumbuh di daerah lokal. Tp sudah di susupi oleh oknum wali murid merelayasa domisili anak dengan cara mengurus Numpang Kk ke kecamatan lokal supaya anaknya bisa ikut Jalur Lokal.
Tiap tahun oknum wali murid yg mengurus Numpang Kk di kecamatan lokal makin banyak.
Tanpa mereka pikir bhw itu adalah tindakan kejahatan/curang.
Kalo ingin bisa ikut jalur lokal, kenapa tidak memindahkan seluruh anggota keluarga ke kecamatan lokal..?? Bukan dgn cara ttip-titip ke keluarga baru.
Sy tinggal di seputar SMAN 8. Bbrp okn ortu pernah mendatangi sy tuk numpang KK di KK sy. Yg kos di rmh sy...jg Numpang KK ke kel karyawan ibunya. Segitunya coba....!
Dan bs dipastikan Hasil Seleksi Jalur Lokal skrg ini tdk lg murni org lokal. Tp bisa lebih byk anak-anak yg berdomidilinya jauh dr sekolah.
Dan tujuan pemerintah menekan kemacetan & menyamakan sekolah (tdk ada lh sekolah favorit) menjadi tdk tercapai. Dan persaingan anak lokal jd tdk adil krn asanya kecurangan dr oknum orang tua dr Jalur Umum.
Kami org lokal jg punya hak sekolah favorit di zona kami sendiri. Sekolah favorit di zona kami bukan cuma milik yg rumahnya jauh dr sekolah. Bersainglah secara jujur, tdk dgn merekayasa domisili anak.
Pemerintah hendaknya menindak oknum2 ortu yg berbuat curang ini. Krn mereka sudah melukai hati anak2 lokal. Bagaimana kalo anaknya yg dicurangi....
Dear @Anonim dan @Laoloza terima kasih untuk sharingnya ya
Post a Comment