Sunday, March 22, 2015

Nasib Mahasiswa Danusan


Beberapa pekan belakangan ini banyak tulisan dari segelintir masyarakat yang mengkritisi minimnya "aksi" yang dilakukan oleh mahasiswa, dan yang tidak kalah heboh, kritikan ini disandingkan dengan maraknya sekelompok mahasiswa dengan jas almamater yang sibuk syuting berbagai acara di stasiun televisi nasional. Sebagai seorang mahasiswa, saya menyaksikan sendiri fenomena ini, dan bahkan mengalaminya. Dibalik kritik bertubi-tubi tersebut, sebenarnya apa sih yang dirasakan mahasiswa? Oke, pertama-tama, sebenarnya mahasiswa danusan itu apa? mahasiswa danusan adalah mahasiswa yang melakukan berbagai usaha untuk mendapatkan dana (?) makannya namanya dana usaha hehe. Jadi, sebenarnya kenapa mahasiswa rela memajang wajahnya di berbagai channel televisi? ya jelas, karena uang!! Salah tidak sih mahasiswa melakukan itu? menurut saya tidak sepenuhnya salah. Ya gimana lagi, mahasiswa punya banyak acara dan kegiatan demi mengembangkan kreativitasnya, tapi negara tidak bisa sepenuhnya membiayai, apalagi orang tua. Ujung-ujungnya mahasiswa harus putar otak cari duit sana-sini demi kesuksesan acara yang diadakan. Bukan, bukan cuma acara senang-senang saja, tidak jarang para mahasiswa juga mengadakan berbagai acara yang bersifat sosial dan pengabdian masyarakat tapi tidak punya uang, balik lagi akhirnya kegiatan danus dengan menonton acara televisi pun dipilih. Dan yang paling menyedihkan lagi, bahkan untuk melakukan berbagai kegiatan riset dan penelitian pun mahasiswa harus lagi-lagi meruntuhkan "image"nya dengan menjadi penonton bayaran di tivi.
Saya sendiri awalnya paling anti sama danusan semacam ini. Karena saya pikir, sebagai mahasiswa harusnya masih banyak pekerjaan lain yang lebih layak untuk mendatangkan uang. Misalnya, mengajar bimbel, ikut proyek penelitian, jadi instruktur lab, atau menulis artikel di koran dan majalah. Tapi, kesempatan untuk hal-hal semacam itu kan nyatanya tidak melulu tersedia. Seandainya ada pun juga tidak mudah untuk diikuti. Berbeda dengan kegiatan danus jadi penonton bayaran yang cukup duduk manis sambil senyam-senyum tepuk tangan, kalo diikutin teman satu angkatan bisa menghasilkan uang jutaan rupiah dalam sehari. Tanpa harus tenteng proposal sana sini! Saya sendiri awalnya tetap kekeuh tidak mau ikut danus jadi penonton bayaran, apalagi hanya untuk sekadar acara "nyanyi-nyanyi" di kampus. Tapi, segala "idealisme" yang dibangun itu runtuh begitu saja ketika saya menyadari bahwa dana untuk kegiatan penelitian kuliah lapang kami di jurusan nyatanya tidak kecil (ratusan juta rupiah), sedangkan uang yang didapat masih segitu-segitu saja. Berbagai upaya sudah dilancarkan oleh saya dan teman-teman, mulai dari tenteng proposal sana sini ke perusahaan, mengajukan berbagai hasil penelitian kami sebagai PKM AI supaya kalau tembus dikasih uang oleh pemerintah, sampai menjual baju bekas di pasar kaget pun kami jabani. Karena progres yang masih terlihat lambat sedangkan waktu terus berjalan, opsi danus jadi penonton bayaran pun kami pilih. Walaupun demikian, saya dan teman-teman masih pilih-pilih dalam kegiatan danus ini. Kami cuma mau nonton acara yang masih ada sentuhan "politik"nya, ya biar tidak sedih-sedih amat kalau dinyinyirin orang (padahal orang yang nyinyir juga boro-boro mau kasih dana). Pertama kalinya saya nonton acara rasanya hati saya sakit banget. Dunia kok kaya kejam banget. Kami mahasiswa diteriaki "ayo baris yang bener, pake dulu almamaternya, jangan kelamaan!" sama salah satu panitia. Saya dan teman-teman memandangi jas almamater yang buat dapetinnya pun udah besar banget perjuangannya. Kini, jas almamater ini cuma jadi kebutuhan komersil stasiun televisi aja. Si pemilik acara berharap kalau banyak mahasiswa ber-jas almamater seolah-olah acaranya kelihatan lebih intelek gitu. Sedih banget! kami lihat beberapa mahasiswa dari kampus lain betah sekali menggunakan jas almamater mereka. Kami? benar-benar cuma kami pakai di studio. Ketika acara selesai, buru-buru kami lepas. Terlalu besar beban dan tanggungjawab yang kami pikul jika memakai jas almamater ini. Kedua kalinya saya ikut danus, untungnya sedikit lebih baik. Kami tidak pakai jas almamater, cuma pakai baju bebas dan santai saja. Kebetulan pengisi acaranya juga dosen-dosen dari kampus kami sendiri. Ya, setidaknya ini jauh lebih terhormat lah. Tapi ya tetap saja, dalam hati kecil saya tetap ada yang mengganjal. Beginilah nasib jadi mahasiswa danusan, harus banyak-banyakin muka tembok supaya bisa dapat duit. Insya Allah duitnya diniatkan untuk hal yang bermanfaat. Terserah orang mau bilang apa, selama tidak cari duit dengan cara haram seharusnya tidak ada masalah. Buat mahasiswa danusan, emang pahit rasanya disalah-salahin, dikata-katain, dinyinyir-nyinyirin, tapi mereka yang membully kalian juga sebenarnya tidak tahu kan apa yang kalian hadapi. Jadi, tetap pede saja, tetap semangat dalam belajar dan mencari ilmu, agar kelak kalau punya rezeki lebih bisa membantu adik-adik mahasiswa yang lain untuk menyukseskan kegiatan mereka. Ingat, tugas utama mahasiswa tetaplah belajar dan mencari ilmu! cheers!

No comments: