Saturday, January 17, 2015

Sendiri dan Bersama

Hari ini benar-benar hari yang saya tunggu sejak lama. Setelah sekian tahun terus tertunda karena banyak hal, akhirnya saya memulai kursus bahasa inggris pertama saya. Seperti biasa, pertemuan pertama pada sebuah kelas benar-benar membuat canggung dan bingung harus berbuat apa. Dengan perlahan saya membuka pintu kelas, belum ada kakak pengajar. Hmm, saya mulai memikirkan mau duduk dimana. Ternyata bagian tengah kelas sudah terisi. Saya memilih untuk duduk di deretan paling depan, pojok kiri. Selain dekat dengan AC (saya cukup berkeringat pagi itu), disana masih lumayan sepi. Saya lihat sekeliling saya, semua diam dan asyik dengan dunianya. Ada yang membuka laptop, bermain handphone, atau sekedar mengetuk-ngetuk meja dan menggoyang-goyangkan kaki. Saya coba membuka pembicaraan dengan perempuan di belakang saya, mencoba meyakinkan diri apakah ini benar kelas yang saya ambil. Namun, gadis itu hanya mengangguk sekali sambil berkata iya dengan wajah berhias keragu-raguan. Ya, sepertinya dia masih membatasi diri untuk berinteraksi dengan orang lain. Daripada saya dianggap melakukan modus, lebih baik saya menjadi autis sejenak. Saya keluarkan handphone saya yang pintar ini, saking pintarnya berhasil membuat saya tertawa kecil dan senyum-senyum sendiri.
Selesai istirahat, saya berlari-lari kecil untuk kembali masuk kelas. Saya takut telat. Di lantai tiga, saya disapa oleh seseorang yang belum pernah saya kenal sebelumnya. Ternyata ia teman sekelas saya dan menanyakan apakah ganti kelas atau tidak. Saya ajak ia masuk kelas bersama-sama. Walau masih sangat kaku, saya berhasil berkenalan dengannya. Ia pun memilih duduk di samping saya. Kami membahas soal, rupanya ia pintar juga. Saya perhatikan jawabannya sebagian besar benar. Sedangkan saya, masih lumayan juga salahnya. Selesai kelas, saya berpamitan.
Saya belum solat dzuhur. Saya putuskan untuk solat dulu di musholla FISIP. Saya lihat sekeliling saya, berharap ada seseorang yang saya kenal disini. Ternyata tidak. Saya berjalan sendirian ke stasiun.
Tiba di peron, saya ulangi lagi kebiasaan saya itu. Saya lihat sekeliling sambil berharap ada seseorang yang saya kenal untuk saya jadikan teman ngobrol membunuh rasa bosan. Ternyata ada. Ya, tanpa basa-basi kami langsung mengobrol dan mengobrol. Walaupun beda fakultas dan jarang sekali bertemu, saya seperti tidak ada jarak dengannya. Sayang, kebersamaan itu tidak lama, saya harus berpindah kereta di manggarai.
Hiruk pikuk stasiun manggarai. Lagi dan lagi, saya lihat sekeliling saya sambil berharap ada seseorang yang bisa saya jadikan teman ngobrol. Ya, seorang teman saya sedang berjalan ke arah saya. Kami pun kembali mengobrol dan mengobrol. Saya senang, saya kira perjalanan ini akan membosankan. jelang memasuki stasiun karet, saya berpamitan.
Saya mengejar bus di depan stasiun. Sejenak bernapas dan berpikir untuk segera sampai rumah. Hingga saya lihat sosok-sosok yang tidak asing mendekati bis yang saya naiki ini. Ya ampun, itu tante saya beserta tiga anaknya yang masih kecil baru turun dari kereta dan akan satu bis dengan saya. Lagi dan lagi, saya punya teman berbincang.
Ya, beginilah hidup. Ada saat-saat kita harus menerima keadaan untuk sendiri. Namun, diluar sana masih banyak juga teman-teman dan keluarga yang senantiasa menemani kesendirian kita.

No comments: